SHARE

Istimewa

CARAPANDANG - Dikonsepsikan oleh Zainal Abu Zarin yang merupakan pendiri Malaysian Paralympic Council, ASEAN Para Games pertama digelar di Kuala Lumpur dari 26 sampai 29 Oktober 2001.

Itu tepat tiga hari setelah ASEAN membentuk ASEAN Para Sports Federation (APSF) setelah enam bulan sebelumnya sepuluh negara di Asia Tenggara membuat kesepakatan mengadakan perhelatan ini setiap dua tahun sekali.

Sekitar 700 atlet dan ofisial dari Brunei, Myanmar, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura dan Vietnam berpartisipasi dalam edisi pertama ASEAN Para Games yang mempertandingkan dua cabang olahraga.

Dua tahun kemudian Timor Leste mengikuti ASEAN Para Games yang kedua di Vietnam.

Kini, Solo untuk kedua kalinya menjadi tuan rumah ASEAN Para Games setelah Vietnam menyatakan tak bisa menyelenggarakannya.

Vietnam adalah negara kedua setelah Filipina yang batal menyelenggarakan ASEAN Para Games.



Dan ketika Solo menggelar lagi ASEAN Para Games mulai 30 Juli nanti, maka itu adalah Para Games se-Asia Tenggara kesebelas yang diadakan oleh ASEAN plus Timor Leste.

Solo sudah pernah menggelar acara ini pada 2011 yang saat itu merupakan ASEAN Para Games yang keenam.

Sebagaimana SEA Games dua bulan lalu, perhelatan para se-Asia Tenggara ini seharusnya diadakan setahun sebelumnya setelah jadwal yang seharusnya dibatalkan akibat pandemi COVID-19.

Dalam sepuluh edisi sebelumnya, Thailand hampir selalu mendominasi kompetisi multicabang untuk kaum difabel sekawasan Asia Tenggara ini. Indonesia menjadi kekuatan dominan dalam edisi terakhir di Kuala Lumpur pada 2017.

Memang menarik membahas perhelatan ini dari sisi jumlah medali yang diperoleh setiap negara atau negara mana yang paling banyak memperoleh medali.

Itu sama menariknya dengan cara masyarakat Asia Tenggara memberi tempat khusus kepada kaum difabel yang dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Namun yang tak kalah menarik dari kedua aspek itu adalah bagaimana olahraga turut memberdayakan para penyandang disabilitas.

Halaman :
Tags
SHARE