SHARE

Shinjiro Koizumi (nikkei asian review)

CARAPANDANG.COM - Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Jepang Shinjiro Koizumi mengambil hak cuti ayah menarik perhatian publik. Seperti dilansir harian Republika, langkah Koizumi telah meningkatkan harapan perubahan agar para pekerja pria di Jepang menggunakan hak mereka untuk mengambil cuti ayah. “Sejujurnya saya harus memikirkan berulang kali bagaimana saya harus mengambil cuti untuk membesarkan anak atau mengambil cuti ayah sambil memenuhi tugas sebagai menteri. Namun, jika kami tidak mengubahnya, pegawai pemerintah mungkin tidak akan mulai mengambil cuti ayah,” ujar Koizumi dilansir the Guardian.

“Saya berharap akan ada hari ketika cuti ayah bagi anggota parlemen bukan lagi menjadi sebuah sorotan berita,” kata Koizumi.

Apa yang dilakukan Shinjiro Koizumi ini menarik untuk ditelaah dalam berbagai aspek. Untuk lingkup Jepang, bagaimana melihatnya dengan postur penduduk Jepang usia muda yang dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan berkurang. Jepang secara proporsi akan “dibebani” dengan banyaknya penduduk usia tua. Maka langkah Koizumi ini merestorasi nilai-nilai keluarga serta pengasuhan anak di negeri Matahari Terbit.

Langkah Koizumi ini juga dapat bergaung di alam pemikiran yang masih patriarki, di mana urusan pengasuhan anak lebih dibebankan pada pihak perempuan/ibu saja. Padahal kiranya kaum pria/ayah pun perlu mengambil peran dalam pengasuhan anak.

Langkah Koizumi juga memberikan pesan mengenai keseimbangan hidup. Apakah kesibukan kita yang miliki itu produktif? Apakah kesibukan kita dalam kerja-kerja yang ada hingga mengeliminasi waktu bersama keluarga. Perlu dicari dan diperjuangkan titik keseimbangan antara kerja dan keluarga. Pun begitu dengan pemikiran, bahwa mereka yang sukses, harus menghabiskan argo waktunya lebih banyak di pekerjaan serta meminggirkan urusan keluarga. Sukses harus dimaknai pula dalam hal berhasil di pekerjaan dan berhasil dalam mengurus keluarga.

Jika ditarik dalam dimensi agama Islam, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jika manusia itu meninggal dunia, maka terputus amalnya kecuali tiga hal, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang saleh.” Hadis tersebut diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari, imam Muslim, imam Abu Daud, imam At-Tirmidzi, imam An-Nasa’i dari sahabat Abu Hurairah r.a. Maka untuk menuju anak yang saleh, peran orang tua diperlukan. Orang tua yang tak sekadar ibu, tapi juga ayah.