SHARE

istimewa

Kembali ke laporan tersebut, para pengambil keputusan TI dan keamanan siber di berbagai negara, antara lain Singapura, Thailand, Hong Kong, Filipina, Malaysia, dan Indonesia, yang menjadi responden survei juga menyarankan sejumlah cara untuk mengatasi kesenjangan keahlian, salah satunya dengan mengadakan pelatihan dan sertifikasi untuk meningkatkan pengetahuan karyawan.

Dampak yang meluas

Berdasarkan laporan yang termuat dalam 2021 (ISC) Cybersecurity Workforce Study (penelitian (ISC) yang menyoroti permasalahan tenaga kerja keamanan siber pada tahun 2021, Asia-Pasifik adalah kawasan dengan kesenjangan tenaga kerja terbesar, yaitu 1,42 juta orang.

Meskipun menurun dibandingkan tahun sebelumnya, kawasan itu masih harus banyak berbenah karena semakin besarnya kerugian dan dampak luas yang dialami perusahaan dalam hal laba dan reputasi akibat pelanggaran itu.

Di Asia, 89 persen perusahaan yang memiliki dewan direksi melaporkan bahwa mereka secara khusus mengajukan pertanyaan tentang keamanan siber. Sementara itu, 79 persen perusahaan yang memiliki dewan direksi telah merekomendasikan peningkatan tenaga kerja di bidang TI dan keamanan siber.

Laporan kesenjangan keahlian Fortinet menunjukkan betapa pentingnya pelatihan dan sertifikasi bagi perusahaan untuk mengatasi kesenjangan keahlian.

Laporan regional tersebut mengungkapkan bahwa 97 persen pimpinan perusahaan meyakini bahwa sertifikasi yang berfokus pada teknologi memberikan dampak positif terhadap peran dan tim mereka, sementara 86 persen pimpinan perusahaan cenderung mempekerjakan tenaga ahli bersertifikat.

Selain itu, 89 persen responden mengaku bersedia membayar agar karyawan mereka memperoleh sertifikasi keamanan siber. Semakin tingginya kesadaran dan pemahaman akan pentingnya keamanan siber menjadi salah satu alasan utama sertifikasi sangat dihargai.
 

Halaman :