SHARE

Ilustrasi-kegiatan belajar mengajar tatap muka (istimewa)

 CARAPANDANG.COM – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri antara Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas belum jelas. Ketidak jelasan itu terdapat pada point sanksi serta pengawasan.

“SKB 3 Menteri tidak mengatur mekanisme pengawasan, siapa yang melakukan pengawasan, hanya menyebutkan menyediakan portal pengaduan baik secara daring maupun luring.  Tampaknya, SKB 3 Menteri berharap korban, baik peserta didik, orangtuanya dan pendidik yang mengadu sehingga bisa di tindaklanjuti untuk diberikan sanksi. Bagiamana kalau tidak ada pengaduan karena korban takut mengadu?,” tutur Mansur, Wakil Sekretaris Jenderal FSGI.

“Sesuai dengan apa yang tertuang dalam SKB 3 Menteri disebutkan bahwa Pemda dan Sekolah diberi waktu selama 30 hari untuk mencabut peraturan yang bertentangan dengan SKB. Saya kira ini sangat sulit dilakukan mengingat sampai dengan saat ini SKB ini belum tersosialisasi dengan baik. Apalagi kami menilai bahwa efektifitas dari SKB ini akan dapat diukur dengan baik adalah bagaimana implementasinya di sekolah bukan sekedar ada aturannya atau tidak. Lalu bagaimana melihat implementasinya sementara saat ini sekolah-sekolah sedang melaksanakan PJJ? Sehingga pengawasan tidak mungkin dilakukan walaupun Kemendikbud sudah menyediakan layanan pengaduan,” sambung Mansur.

Mansur menambahkan, pada SKB juga tidak jelas disebutkan sanksi yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang melanggar aturan itu berdasarkan aturan yang mana.

“Misalnya saja sanksi untuk kepala sekolah maupun guru. Apakah berkaitan dengan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, atau Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah , atau UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Harus ada kejelasan,” tuturnya.

Terkait sengkarut yang terjadi sejak diterbitkannya SKB 3 menteri ini, FSGI pun akhirnya merangkumkan beberapa rekomendasi kepada pemerintah terkait implementasi aturan tersebut kedepan.

Rekomendasi tersebut antara lain.

  1. Sosialisasi SKB harus dilakukan secara massif, minimal selama 1 tahun atau setidaknya sampai dengan PJJ selesai.  Batasan waktu 30 hari untuk mencabut aturan tertulis penggunaan seragam sekolah yang intoleran terlalu terburu-buru apalagi saat ini sedang PJJ. Sosialisasi SKB juga harus diberikan secara berjenjang yaitu Kemendikbud kepada Pemda, Pemda melalui Dinas Pendidikan kepada Kepala Sekolah, Kepala Sekolah kepada guru, siswa dan orang tua.
  2. Pelibatan peran tokoh agama dan tokoh masyarakat juga harus dilakukan dalam sosialisasi SKB karena yang terjadi di lapangan pro kontra SKB ini telah berubah menjadi pertentangan dan perdebatan antar agama bukan hanya sekedar urusan seragam sekolah. Peran Kementerian Agama perlu ditingkatkan lagi tidak hanya sekedar melakukan pendampingan moderasi beragama dan memberikan pertimbangan untuk pemberian sanksi tetapi juga dilibatkan dalam sosialisasi.
  3. Kemendikbud juga harus memastikan bahwa guru, siswa dan pegawai sekolah yang memilih untuk berbeda (memilih untuk menggunakan atau tidak menggunakan seragam khas keagamaan tertentu) dari mayoritas pilihan warga sekolah mendapat perlindungan dari tindakan diskriminasi dalam lingkungan sekolah maupun dalam proses belajar mengajar
  4. Setelah PJJ selesai dan PTM dilaksanakan, akan terlihat implementasi SKB yang sesungguhnya disinilah proses pengawasan baru dapat berjalan. FSGI mendorong siswa, guru, pegawai sekolah dan orang tua agar berani melaporkan tindakan intoleran dalam penggunaan seragam sekolah.
  5. Perlu dilakukan revisi terhadap SKB terkait dengan batas waktu pencabutan aturan tertulis penggunaan seragam sekolah yang intoleran dan sanksi yang akan diberikan. Setidaknya ada aturan tambahan yang memperjelas batas waktu pencabutan aturan tersebut dan sanksi yang akan diberikan kepada kepala sekolah dan guru.