SHARE

Guru (Ditjen GTK)

CARAPANDANG.COM – Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.

Sebelum menjadi Guru Penggerak, Program Pendidikan Guru Penggerak harus dilakoni selama 9 bulan. Program Pendidikan Guru Penggerak adalah program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program ini meliputi pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama 9 bulan bagi calon Guru Penggerak. Selama pelaksanaan program, guru tetap menjalankan tugas mengajarnya sebagai guru.

Informasi lebih lanjut tentang Guru Penggerak dapat disimak di laman: sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/gurupenggerak

“Guru penggerak ini bibit-bibit pemimpin. Mereka ini nanti yang kita harapkan untuk ke depannya mengisi porsi kepemimpinan,” kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Iwan Syahril saat sosialisasi Guru Penggerak beberapa waktu lalu.

Pentingnya menyasar pada para pemimpin di sekolah, menurut Iwan Syahril sejalan dengan sosiokultural Indonesia serta beranjak dari pengalaman peningkatan kompetensi guru.

“Sosiokultural kita, salah satu dari refleksi kita, guru-guru sudah ikut pelatihan, keren, mengajar aktif, kreatif, menyenangkan, balik ke sekolah, kepala sekolah mungkin maksudnya tetap baik ya, tapi paradigmanya masih anak ya udah duduk, diam, mencatat, kemudian minggu depan ujian,” jelas Iwan Syahril.

“Cara belajar yang aktif dianggap bikin ribut, dianggap ini kok perabotannya jadi berantakan, dan pengawas pun ketika datang kurang mendukung. Guru-guru yang telah dilatih keren-keren, melakukannya sembunyi-sembunyilah atau mungkin dicap tidak mengikuti aturan, dan lain-lain, karena ekspektasinya yang kayak tadi,” sambung Iwan.

Maka penting kiranya bagi para pemimpin-pemimpin di sekolah untuk mengerti tentang pemberian layanan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan anak.

“Kalau pemimpinnya mengerti dan memahami, bisa menjadi teladan, bisa menjadi mentor atau coach. Professional development atau peningkatan kompetensi guru itu tidak perlu keluar sekolah, cukup terjadi di sekolah, school based,” tutur Mas Dirjen.

“Dan apa dampaknya jika ini terjadi? Kalau pemimpin-pemimpinnya sudah nyetel dengan pembelajaran berpusat pada murid, jadi teladan, bisa menjadi coach. Dampaknya adalah diskusi-diskusi upaya peningkatan kualitas atau kompetensi guru, workshop-workshop yang ada atau lokakarya, itu langsung relevan pada murid. Karena memang masalah yang diangkat sesuai dengan realitas yang ada di sekolahnya, dan bisa terjadi lebih intensif,” tambahnya.

Dengan demikian peningkatan kompetensi guru dapat terjadi secara organik. “Tapi dengan syarat pemimpin-pemimpinnya bisa memahami bagaimana pembelajaran yang berpusat pada murid, yang menjadi teladan dan kemudian memotivasi, menguatkan karsa para murid, guru di sekolahnya. Sehingga yang kita bayangkan ke depan itu peningkatan kompetensi berbasis sekolah. Dan itu yang menjadi sangat relevan dan cepat sekali,” ungkap Iwan Syahril.

“Enggak usah kalau ada permasalahan pembelajaran, itu harus nunggu 2 bulan kemudian baru dapat pelatihan. Itu bisa langsung didiskusikan di sekolah dan mungkin ada workshop-workshop dan lain-lain, dengan sangat cepat, tapi tentu saja butuh pemimpinnya yang betul-betul bisa mengelola sumber daya, program-program sekolah, mengambil keputusan sesuai dengan yang terbaik untuk murid,” imbuh Dirjen GTK Kemendikbud, Iwan Syahril.