SHARE

Istimewa

Memaknai kampung

Pertama-tama, kita harus menyadari bagaimana kota tergantung pada kampung sebagai suatu sistem penunjang kehidupan sehari-harinya. Kampung adalah rumah (bagi para asisten rumah tangga dan sopir yang bekerja, tempat kos murah untuk pekerja kantor dan mahasiswa).

Kampung adalah sumber penyedia pekerja dan sistem penunjang kota, tempat jajan/warung murah di sekitar wilayah perkantoran pencakar langit.

Pendampingan kampung dengan perspektif berbeda sudah dilakukan sejak lama oleh berbagai pegiat kampung urban, seperti Urban Poor Consortium, Rujak Center for Urban Studies, dan berbagai kelompok lainnya.

Jika kita membuka laman pelopor Rujak, Marco Kusumawijaya, kita melihat bagaimana warga memaknai kampungnya secara lebih segar. Kampung adalah tempat kami tumbuh, berkembang dan merasakan kebahagiaan bersama dengan tetangga yang sudah seperti saudara.

Kampung menjadi tempat berjalan kaki yang seru dan tentunya menjadi opsi hunian yang terjangkau di sekitar kota. Kampung juga menjadi sumber bahan penelitian bagi banyak orang, tidak harus dari sisi akademis.

Kondisi dan pikiran ini menyamai ide atau gagasan Karl Marx mengenai sifat–spesies. Apa yang dikatakan Marx sebagai ruang mutlak atau ruang alamiah, seperti, wilayah-wilayah "hijau" yang secara sengaja tidak dihuni manusia, dibuat tidak otentik, atau dihancurkan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik.

Ruang abstrak, seperti representasi ruang, ruang abstrak adalah ruang dari sudut pandang suatu subjek abstrak, seperti seorang perencana atau arsitektur perkotaan. Ini adalah jenis ruang yang baru sama sekali.

Bagi Chombart de lauwe, sosiolog perkotaan terkenal dari Prancis, sosial perkotaan berkonotasi dengan hirarki ruang, di mana ada kelompok yang hidup, bergerak dan berinteraksi.
 

Halaman :
Tags
SHARE