SHARE

Ilustrasi (Net)

Gelora jihad ulama-santri

Peran ulama-santri dalam berjuang merebut kemerdekaan Indonesia sangat besar dan tertulis jelas dalam catatan sejarah bangsa ini.

Perjuangan ulama-santri tidak hanya setelah adanya Resolusi Jihad Kh Hasyim Asy’ari. Jauh sebelum Indonesia merdeka ulama-santri telah berjuangan hingga titik darah penghabisan dalam melawan penjajah.

Dalam berbagai referensi dijelaskan, setelah sultan-sultan di Nusantara tidak lagi memiliki kekuatan politik karena dikalahkan oleh Belanda, sosok sultan digantikan oleh para ulama. 

Ulama yang telah berubah menjadi sentral figur masyarakat menggantikan posisi sultan-sultan berjuang melawan penjajah dalam mengalang kekuatannya diganti dari keraton berpindah ke pesantren-pesantren.

Perlawanan para ulama dan santri kerap merepotkan Belanda. Kekuatan yang dimotori oleh ulama-santri inilah sejak awal abad-19 terus mengobarkan perlawanan terhadap Belanda.

Geertz mencatat antara tahun 1820-1880 di Indonesia telah terjadi empat kali perlawanan besar. Dan perlawanan tersebut dimotori oleh para ulama dan santri, yakni perlawanan santri di Sumatera Barat (1821-1828), Perang Jawa (1825-1830), Perlawanan di Barat Laut Jawa pada 1840 dan 1880, serta Perang Aceh pada 1873-1903. (Suryanegara, 1996).

Tidak hanya itu gelora jihad ulama dan santri juga berkobar di Cirebon, Jawa Barat  yakni terjadi Perang Kedongdong pada tahun 1808 s.d 1819.  Ribuan santri terlibat dalam pertempuran besar  tersebut.  Dan sejarah mencatat bukan hanya karena peristiwanya yang heroic, tapi dalam perang ini Belanda pernah mengalami kekalahan hingga mengalami kerugian besar, sampai 150.000 gulden.

Pada masa penjajahan Jepang, gelora jihad santri terus berkobar dengan terbentuknya Hizbullah pada tangga 15 Desember 1944.  Hizbullah menjadi alat perjuangan umat Islam dalam melawan penjajah. Beranggotakan para santri dan para pemuda Islam. mereka mendapatkan pelatihan secara fisik dan mental-spiritual selama 3 bulan di Cibarusa, Bekasi.

Di bidang fisik dan kemiliteran, pelatihan diberikan oleh para perwira tentara Jepang dan Peta (Pembela Tanah Air), dipimpin langsung Kapten Yanagawa. Sementara itu, di bidang spiritual, pelatihan dipimpin K.H Mustafa Kamil.

Eksistensi Hizbullah kemudian dianggap penting karena menjadi kekuatan bersenjata umat Islam di Indonesia, baik dalam merebut maupun menegakkan kemerdekaan. Dari itu pula Hizbullah mampu berkolaborasi dengan tentara regular Indonesia (TNI).  Bahkan pada 3 Juni 1947 ketika keluar maklumat presiden tentang peleburan tentara regular dengan badan-badan perjuangan, Hizbullah menjadi unsur di dalamnya.(detik.com).

Halaman :
Tags
SHARE