SHARE

Setidak-tidaknya Presiden Jokowi telah memberikan gambaran terang, menjawab kegalauan publik tentang spesifikasi, kriteria-kriteria otentisitas siapa yang cocok, layak, dan punya kepatutan kepemimpinan nasional pada perhelatan politik Pilpres tahun 2024 m

Merapikan Demokrasi

Kita kembali pada jasa Pascal yang telah menguraikan hakikat angka sebagai sesuatu yang nisbi. Bagi Pascal, sebuah bilangan hanya satu ruang dalam tata sistem kosmos yang ada. Bukan segala-galanya, terkesan mutlak-mutlakan, padahal banyak persoalan yang justru dapat dibagi-bagi.
 
Begitu pula dengan demokrasi hanyalah instrumen, bukan doktrin yang sepenuhnya mampu dapat memecahkan segala persoalan negara, dan tata sistem enigma sosial kemasyarakat yang rumit dan banyak variasinya.
 
Menjaga kosmos politik yang dirasa beban kamuflase rupa dan perlahan semakin oleng ini. Ruh yang cita-citakan meletusnya gerakan reformasi yang dipercaya sebagai tonggak Indonesia memasuki babak baru, fase awal, peralihan estafet kekuasaan yang bersih masih belum tersentuh sepenuhnya. Justru hampir saja melenceng jauh. Praktik penggarongan hak-hak rakyat seperti khususnya Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) yang masih saja menular seperti virus. Bahkan kotak suara Pemilu pun rawan korupsi (politik uang).

Semangat merapikan demokrasi liberal, menghentikan konsekuensi politik asal grasa-grusuk. Berpolitik dengan bungkusan atas nama populasi mayoritas-minoritas identitas, stigmatisasi ekstrim kanan-kiri, kontestasi politik manipulative sektarianisme digolongkan kepada yang beda preferensi politik. Padahal relevansi keberpihakannya sama sekali tidak berbanding lurus, justru pada akhirnya membuat selera politik masyarakat terpapar pada segmentasi hitam-putih.
 
Berdemokrasi yang menyeret negeri tidak saja pada badai krisis, melainkan jauh lebih mengerikan lagi pada catastrophe (malapetaka). Yang berpotensi bahkan bukannya saja tidak berlanjut berkesinambungannya pembangunan, melainkan buat berantakan pembangunan nasional.

Maka perlu dikuak unsur-unsur lain, menajamkan berbagai instrumen alasan-alasan, atau pendekatan konsep-konsep tambahan yang mungkin bisa menjebol-tembus dinding nalar demokrasi substansial, berbenah menyesuaikan perkembangan demokrasi khas Indonesia terkini. Melakukan itu, bukan berarti mengingkari demokrasi, tidak kembali berada di simpang jalan paradoksal.
 
Kita setuju Pemilu kali ini adalah Pemilu yang penting dan strategis bagi perjalanan bangsa. Percaya memberikan kontribusi yang berharga bagi masyarakat, menelorkan pemimpin yang berkualitas yang mampu menjawab permasalahan dan dapat memandu bangsa capai abad baru Indonesia emas.
 
Oleh sebab itu, syarat utama untuk mencapai peningkatan kualitasnya. Publik musti memperbincangkan konstelasi yang transformasional, mengenyampingkan atau ogah ikut berperkara dengan politik yang mengandung transaksional hasrat elite kontra elite, kumpulan manusia bersiasat muslihat tanpa ketulusan, yang menjarakkan antara rakyat dengan hak-haknya.

Halaman :